KLIK BANER BERJALAN INI

Sebelum baca postingan BANTU KLIK IKLAN ya.....

Rabu, 16 Maret 2011

10 Kebohongan MLM (Multi Level Marketing)

Sebelum anda memutuskan untuk bergabung dengan MLM yang menawarkan produk, janji, propaganda, mimpi yang indah, kekayaan, kenyaman hidup, prestise, kemewahan, tamasya, kendaraan mewah, penghasilan yang luarbiasa, tamasnya keliling dunia, dan lain – lain. Ada baiknya anda simak kebohongan dibalik Multi Level Marketing.
Kebohongan No. 1:
MLM adalah bisnis yang menawarkan kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan banyak uang dibandingkan dengan bisnis lain maupun pekerjaan lain.
Kebenaran:
Bagi hampir semua orang yang menanamkan uang, MLM berakhir dengan hilangnya uang. Kurang dari 1% distributor MLM mendapatkan laba dan mereka yang mendapatkan pendapatan seumur hidup dalam bisnis ini persentasenya jauh lebih kecil lagi. Cara pemasaran dan penjualan yang tidak lazim menjadi penyebab utama kegagalan ini. Namun, kalau toh bisnis ini lebih berkelayakan, perhitungan matematis pasti akan membatasi terjadinya peluang sukses tersebut. Tipe struktur bisnis MLM hanya dapat menopang sejumlah kecil pemenang. Jika seseorang memerlukan downline sejumlah 1000 orang agar dia memperoleh pendapatan seumur hidup, maka 1000 orang downline tadi akan memerlukan sejuta orang untuk bisa memperoleh kesempatan yang sama. Jadi, berapa orang yang secara realistis bisa diajak bergabung? Banyak hal yang tampak sebagai pertumbuhan pada kenyataannya adalah pengorbanan distributor baru secara terus-menerus. Uang yang masuk ke kantong elite pemenang berasal dari pendaftaran para pecundang. Dengan tidak adanya batasan jumlah distributor di suatu daerah dan tidak ada evaluasi tentang potensi pasar, sistem ini dari dalamnya sudah tidak stabil.
Kebohongan No. 2:
Network marketing (pemasaran mengandalkan jaringan) adalah cara baru yang paling populer dan efektif untuk membawa produk ke pasar.Konsumen menyukai membeli produk dengan cara door-to-door.
Kebenaran:
Jika anda mengikuti aktivitas andalan MLM berupa penjualan keanggotaan secara terus-menerus dan mengamati hukum dasarnya, yakni penjualan eceran satu-satu ke konsumen, anda akan menemukan sistem penjualan yang tidak produktif dan tidak praktis. Penjualan eceran satu-satu ke konsumen merupakan cara kuno, bukan trend masa depan. Penjualan secara langsung satu-satu ke teman atau saudara menuntut seseorang untuk mengubah kebiasaan belanjanya secara drastis.
Seseorang pasti mendapatkan bahwa pilihannya terbatas, kerap kali membayar lebih mahal untuk sebuah produk, membeli dengan tidak nyaman, dan dengan kagok mengadakan transaksi bisnis dengan teman dekat atau saudara. Ketidak-layakan (unfeasibility) penjualan door-to-door inilah yang menjadi alasan kenapa pada kenyataannya MLM merupakan bisnis yang terus-terusan menjual kesempatan menjadi distributor.
Kebohongan No. 3:
Di suatu saat kelak, semua produk akan dijual dengan model MLM. Para pengecer, mall, katalog, dan sebagian besar pengiklanan akan mati karena MLM.
Kebenaran:
Kurang dari 1% dari keseluruhan penjualan dilakukan melalui MLM dan banyak volume dari penjualan ini terjadi karena pembelian oleh para distributor baru yang sebenarnya membayar biaya pendaftaran untuk sebuah bisnis yang selanjutnya akan dia tinggalkan. MLM tidak akan menggantikan cara-cara pemasaran yang sekarang ada. MLM sama sekali tidak bisa menyaingi cara-cara pemasaran yang lain. Namun yang lebih pasti, MLM melambangkan program investasi baru yang meminjam istilah pemasaran dan produk. Produk MLM yang sesungguhnya adalah keanggotaan (menjadi distributor) yang dijual dengan cara menyesatkan dan membesar-besarkan janji mengenai pendapatan. Orang membeli produk guna menjaga posisinya pada sebuah piramid penjualan. Pendukung MLM senantiasa menekankan bahwa anda dapat menjadi kaya, jika bukan karena usaha keras anda sendiri maka kekayaan itu berasal dari seseorang yang tidak anda kenal yang mungkin akan bergabung dengan downline anda, atau istilah orang MLM “big fish”. Pertumbuhan MLM adalah perwujudan bukan dari nilai tambahnya terhadap ekonomi, konsumen, maupun distributor, namun lebih merupakan perwujudan dari tingginya ketakutan ekonomi dan perasaan tidak aman serta meningkatnya impian untuk menjadi kaya dengan mudah dan cepat. MLM tumbuh dengan cara yang sama dengan tumbuhnya perjudian dan lotere.
Kebohongan No. 4:
MLM adalah gaya hidup baru yang menawarkan kebahagiaan dan kepuasan. MLM merupakan cara untuk mendapatkan segala kebaikan dalam hidup.
Kebenaran:
Daya tarik paling menyolok dari industri MLM sebagaimana yang disampaikan lewat iklan dan presentasi penarikan anggota baru adalah ciri materialismenya. Perusahaan-perusahaan besar Fortune 100 akan tumbang sebagai akibat dari janji-janji kekayaan dan kemewahan yang disodorkan oleh penjaja MLM. Janji-janji ini disajikan sebagai tiket menuju kepuasan diri. Pesona MLM yang berlebihan mengenai kekayaan dan kemewahan bertentangan dengan aspirasi sebagian besar manusia berkaitan dengan karya yang bernilai dan memberikan kepuasan untuk sesuatu yang menjadi bakat dan minatnya. Singkatnya, budaya bisnis MLM membelokkan banyak orang dari nilai-nilai pribadinya dan membelokkan aspirasi seseorang untuk mengekspresikan bakatnya.
Kebohongan No. 5:
MLM adalah gerakan spiritual.
Kebenaran:
Peminjaman konsep spiritual (kerokhanian) seperti kesadaran akan kemakmuran dan visualisasi kreatif untuk mengiklankan keanggotaan MLM, penggunaan kata-kata seperti “komuni” untuk menggambarkan kelompok penjualan, dan klaim bahwa MLM merupakan pelaksanaan prinsip-prinsip Kristiani atau ajaran-ajaran Injili adalah penyesatan besar dari ajaran-ajaran rokhani. Mereka yang memusatkan harapan dan impiannya pada kekayaan dalam doa-doanya jelas kehilangan pandangan akan spiritualitas murni sebagaimana yang diajarkan oleh semua agama yang dianut umat manusia. Penyalahgunaan ajaran-ajaran spiritual ini pastilah pertanda bahwa penawaran investasi MLM merupakan penyesatan. Jika sebuah produk dikemas dengan bendera atau agama tertentu, waspadalah! “Komunitas” dan “dukungan” yang ditawarkan oleh organisasi MLM kepada anggota baru semata-mata didasarkan pada belanjanya. Jika pembelanjaan dan pendaftarannya menurun, maka menurun pula “komuni” tersebut.
Kebohongan No. 6:
Sukses dalam MLM itu mudah. Teman dan saudara adalah prospek. Mereka yang mencintai dan mendukung anda akan menjadi konsumen anda seumur hidup.
Kebenaran:
Komersialisasi ikatan keluarga dan persahabatan yang diperlukan bagi jalannya MLM adalah unsur penghancur dalam masyarakat dan sangat tidak sehat bagi mereka yang terlibat. Mencari keuntungan dengan memanfaatkan ikatan keluarga dan kesetiakawanan sahabat akan menghancurkan jiwa sosial seseorang. Kegiatan MLM menekankan pada hubungan yang mungkin tidak akan bisa mengembalikan pertalian yang didasarkan atas cinta, kesetiaan, dan dukungan. Selain dari sifatnya yang menghancurkan, pengalaman menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali orang yang menyukai atau menghargai suasana dirayu oleh teman atau saudara untuk membeli produk.
Kebohongan No. 7:
Anda dapat melakukan MLM di waktu luang. Sebagai sebuah bisnis, MLM menawarkan fleksibilitas dan kebebasan mengatur waktu. Beberapa jam seminggu dapat menghasilkan tambahan pendapatan yang besar dan dapat berkembang menjadi sangat besar sehingga kita tidak perlu lagi bekerja yang lain.
Kebenaran:
Pengalaman puluhan tahun yang melibatkan jutaan manusia telah menunjukkan bahwa mencari uang lewat MLM menuntut pengorbanan waktu yang luar biasa serta ketrampilan dan ketabahan yang tinggi. Selain dari kerja keras dan bakat, MLM juga jelas-jelas menggerogoti lebih banyak wilayah kehidupan pribadi dan lebih banyak waktu. Dalam MLM, semua orang dianggap prospek. Setiap waktu di luar tidur adalah potensi untuk memasarkan. Tidak ada batas untuk tempat, orang, maupun waktu. Akibatnya, tidak ada lagi tempat bebas atau waktu luang begitu seseorang bergabung dengan MLM.
Dibalik selubung mendapatkan uang secara mandiri dan dilakukan di waktu luang, sistem MLM akhirnya mengendalikan dan mendominasi kehidupan seseorang dan menuntut penyesuaian yang ketat pada program-programnya. Inilah yang menjadi penyebab utama mengapa begitu banyak orang tenggelam begitu dalam dan akhirnya menjadi tergantung sepenuhnya kepada MLM. Mereka menjadi terasing dan meninggalkan cara-cara hubungan yang lain.
Kebohongan No. 8:
MLM adalah bisnis baru yang positif dan suportif mendukung) yang memperkuat jiwa manusia dan kebebasan pribadi.
Kebenaran:
MLM sebagian besar berjalan karena adanya ketakutan. Cara perekrutan selalu menyebutkan ramalan akan runtuhnya model-model distribusi yang lain, runtuhnya kekokohan ekonomi Amerika, dan sedikitnya kesempatan di bidang lain (profesi atau jasa). Profesi, perdagangan, dan usaha konvensional terus-menerus dikecilkan artinya dan diremehkan karena tidak menjanjikan “penghasilan tak terbatas”. Menjadi karyawan adalah sama dengan perbudakan bagi mereka yang “kalah”. MLM dinyatakan sebagai tumpuan terbaik terakhir bagi banyak orang. Pendekatan ini, selain menyesatkan kerapkali juga menimbulkan dampak menurunkan semangat bagi orang yang ingin meraih kesuksesan sesuai visinya sendiri tentang sukses dan kebahagiaan. Sebuah bisnis yang sehat tidak akan menunjukkan keunggulannya dengan menyajikan ramalan-ramalan buruk dan peringatan-peringatan menakutkan.
Kebohongan No. 9:
MLM merupakan pilihan terbaik untuk memiliki bisnis sendiri dan mendapatkan kemandirian ekonomi yang nyata.
Kebenaran:
MLM bukanlah self-employment (usaha mempekerjakan sendiri) yang sejati. “Memiliki” keanggotaan distributor MLM hanyalah ilusi. Beberapa perusahaan MLM melarang anggotanya memiliki keanggotaan MLM lain. Hampir semua kontrak MLM memungkinkan dilakukannya pemutusan keanggotaan dengan gampang dan cepat. Selain dari putus kontrak, downline dapat diambil alih dengan berbagai alasan. Keikutsertaan dalam MLM menuntut orang untuk meniru model yang ada secara ketat, bukannya kemandirian dan individualitas. Distributor MLM bukanlah pengusaha (enterpreneur), namun hanya pengikut pada sebuah sistem hirarki yang rumit di mana mereka hanya punya sedikit kendali.
Kebohongan No. 10:
MLM bukan program piramid karena ada produk (barang) yang dijual.
Kebenaran:
Penjualan produk sama sekali bukan penangkal bagi MLM untuk lolos dari undang-undang anti program piramid, juga bukan jawaban atas tuduhan tentang praktek perdagangan yang tidak sehat (unfair) sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang negara bagian maupun federal. MLM bisa menjadi bisnis yang legal jika sudah memenuhi prasyarat tertentu yang sudah ditetapkan oleh FTC (Federal Trade Commission) dan Jaksa Agung negara bagian. Banyak MLM jelas-jelas melanggar ketentuan tersebut dan sementara ini tetap beroperasi karena belum ada yang menuntut. Ketentuan pengadilan baru-baru ini menetapkan angka 70% untuk menentukan legalitas MLM. Maksudnya, minimal 70% produk yang dijual MLM harus dibeli oleh konsumen non-distributor. Ketentuan ini tentu saja akan membuat hampir semua MLM masuk kategori melanggar hukum. Para pelaksana MLM terbesar mengakui bahwa mereka hanya menjual 18% produknya ke non-distributor.
10 Kebohongan Besar Multi Level Marketing
Bisnis MLM tumbuh dan perusahan-perusahaan MLM pun bermunculan.Kegiatan penarikan anggota ada di mana-mana. Akibatnya, terkesan seolah-olah bisnis ini merupakan gelombang bisnis masa depan, model bisnis yang sedang mendapatkan momentum, semakin banyak diterima dan diakui secara legal, dan sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh para penggagasnya, MLM akan menggantikan sebagian besar model pemasaran dan penjualan jenis lain. Banyak orang menjadi percaya dengan pengakuan bahwa keberhasilan dapat diperoleh siapa saja yang secara setia mengikuti sistem ini dan menerapkan metode-metodenya, dan bahwa pada akhirnya semua orang akan menjadi distributor MLM.
Dengan pengalaman selama 14 tahun di bidang konsultan korporat untuk bidang distribusi dan setelah lebih dari 6 tahun melakukan riset dan menulis mengenai MLM, saya berhasil mengumpulkan informasi, fakta, dan masukan-masukan yang menunjukkan bahwa bisnis MLM pada dasarnya adalah kebohongan pasar bebas. Hal ini bisa dianalogikan dengan menyebut pembelian tiket lotere sebagai “usaha bisnis” dan memenangkan hadiahnya sebagai ” pendapatan seumur hidup bagi siapa saja”. Validitas pernyataan industri MLM tentang potensi pendapatan si distributor, penjelasannya yang mengagumkan tentang model bisnis jaringan, dan pengakuannya tentang penguasaan dalam distribusi produk adalah persis seperti validitas penampakan makhluk UFO.
Legalitas sistem MLM hanya didasarkan pada sebuah keputusan pada tahun 1979 untuk satu perusahaan. Petunjuk pelaksanaan secara legal yang dikemukakan dalam keputusan tersebut secara terus-menerus diabaikan oleh pelaku industri MLM. Kurangnya aturan maupun pemantauan oleh pihak yang berwenang juga menjadi sebab kenapa industri ini tetap bertahan walaupun ada beberapa tuntutan oleh Jaksa Agung negara bagian maupun Komisi Perdagangan Federal.
Prestasi ekonomi MLM selalu ditandai dengan angka kegagalan yang tinggi dan kerugian finansial bagi jutaan orang. Struktur MLM, di mana posisi pada rantai penjualan yang tak berujung dicapai dengan cara menjual atau membeli barang, secara matematis tidak bisa dipertahankan. Juga, system MLM yang memungkinkan direkrutnya distributor dalam jumlah tak terbatas dalam suatu kawasan pemasaran jelas-jelas tidak stabil. Bisnis inti MLM, yakni penjualan langsung, berlawanan dengan trend dalam teknologi komunikasi yakni distribusi yang cost-effective (berbiaya rendah), dan ketertarikan membeli pada pihak konsumen. Kegiatan penjualan secara eceran dalam MLM pada kenyataannya merupakan topeng dari bisnis utamanya, yaitu menggaet pemilik uang (investor) ke dalam organisasi pyramid yang menjanjikan pertumbuhan pendapatan yang berlipat-ganda.
Sebagaimana pada semua program piramid, pendapatan para distributor di posisi puncak dan keuntungan para perusahaan pemberi sponsor berasal dari masuknya para investor (penanam uang) baru secara terus-menerus di tingkat bawah. Jika dilihat secara kasar dari segi keuntungan perusahaan dan kekayaan kelompok elite di posisi puncak, model MLM akan tampak seolah-olah tidak akan ada matinya bagi, persis seperti program pyramid sebelum akhirnya tumbang atau dituntut oleh pihak berwenang. Konstituen atau penopang utama industri MLM bukanlah publik konsumen namun para penanam uang yang menaruh harapan. Pasar bagi para penanam uang ini tumbuh subur di saat-saat terjadinya perubahan ekonomi, globalisasi, dan PHK karyawan. Janji-janji tentang perolehan finansial dengan mudah serta kaitan antara kekayaan dengan kebahagiaan tertinggi juga berperan besar dalam kondisi pasar ini. Karenanya, arah pemasaran MLM ditujukan terutama kepada calon (prospek) distributor, bukannya berupa promosi produk ke para pembeli. Produk MLM yang sesungguhnya bukanlah jasa SLJJ, vitamin, atau krim kulit, namun program investasi bagi para distributor yang secara menyesatkan digambarkan dengan pendapatan tinggi, penggunaan waktu sedikit, modal kecil, dan sukses dalam waktu singkat.

All About MLM

Saya baru saja selesai membaca buku “All About MLM”, karangan Benny Santoso (Penerbit Andi, 2002). Buku ini membahas secara komprehensif tentang berbagai aspek dalam bisnis MLM (Multi Level Marketing), baik dari sisi positif maupun negatifnya. Secara eksplisit, si penulis menyatakan bahwa ia mengambil sikap netral, alias tidak menentang maupun mendukung model bisnis MLM — tentu saja dalam artian MLM yang legal serta menjalankan bisnisnya secara sehat. Namun, seperti diakui juga oleh penulisnya, buku ini juga diilhami oleh tulisan Van Druff di website www.vandruff.com/mlm.html yang nampaknya lebih banyak menampilkan segi negatif dari bisnis MLM.

Bagi saya pribadi, isi buku ini sepertinya mewakili pandangan saya selama ini tentang bisnis MLM. Sebagaimana kebanyakan orang dengan lingkup pergaulan yang beragam, saya juga termasuk sering menerima undangan presentasi MLM. Beraneka jenis MLM pernah dipresentasikan di hadapan saya, mulai dari MLM konvensional, money game, sampai yang masuk “wilayah abu-abu”. Produk yang dijajakan juga macam-macam, mulai dari kebutuhan sehari-hari, barang-barang plastik, hingga suplemen (mineral, madu, kalsium – you name it!) dengan segala klaim tentang khasiatnya.

Gaya presentasi yang diterapkan tiap MLM juga beragam. Cara presentasi langsung face-to-face di tempat tinggal prospek adalah cara yang tergolong klasik dan sepertinya mulai ditinggalkan. Di suatu kesempatan, dalam rangka presentasi, saya pernah dibawa ke kantor sebuah MLM, di sebuah ruangan dengan deretan meja dan kursi yang ditata seperti layaknya sebuah restoran. Masing-masing meja nampak penuh dikelilingi sekumpulan orang yang serius menyimak presentasi dari calon upline masing-masing. Di perusahaan MLM lain, presentasi dilakukan di kantor mereka dalam sebuah ruangan yang mirip sebuah ruang kelas dalam suasana seperti layaknya perkuliahan (kantor MLM itu sendiri kelihatannya seperti sebuah kampus dengan ruang-ruang “kelas” dimana para istruktur terlihat sibuk bercuap-cuap mengajarkan “mata kuliah” masing-masing). Yang ajaib, ada juga MLM yang melakukan presentasi secara berkala di hotel berbintang, dan setiap hadirin diharuskan membayar tiket masuk dengan ongkos yang lumayan. Ada lagi cara yang lebih canggih. Prospek cukup dikirimi VCD rekaman presentasi dan brosur-brosur plus formulir pendaftaran yang tinggal diisi seandainya si prospek bersedia untuk bergabung.

Kembali kepada buku yang barusan saya baca. Saya setuju dengan penulis buku ini bahwa salah satu sisi negatif dari bisnis MLM adalah kecenderungan anggotanya untuk mengekspolitasi hubungan personal. Di mata para pegiat MLM, setiap orang dianggap sebagai prospek dan setiap perkumpulan dianggap sebagai pasar. Saya sendiri terus terang sudah cukup “kenyang” dengan pengalaman menjadi sasaran prospekting selama ini. Bukan kenapa-kenapa, tapi cara-cara mengundang itu bagi saya terasa kurang etis. Tidak jarang ada orang, entah teman sekantor maupun yang kebetulan pernah satu-dua kali bertemu, yang biasanya bertegur sapa saja tidak pernah, mendadak jadi sok akrab. Mulai dari mengajak berbincang, makan siang bareng, hingga akhirnya bertukar nomor telepon. Ujung-ujungnya, adalah undangan untuk menghadiri presentasi “sebuah peluang bisnis”. Di kesempatan lain, ada teman lama yang entah sudah berapa tahun tidak ketemu mendadak menelepon. Setelah saling berbasa-basi dan mengobrol kesana-kemari, akhirnya … tahu sendiri kelanjutannya. Undangan yang disampaikan dengan cara seperti ini biasanya saya tolak secara baik-baik tanpa harus khawatir soal macam-macam.

Yang susah kalau si pemrospek itu adalah teman yang sudah akrab atau sering ketemu. Dalam hal ini saya jadi merasa serba salah. Kalau saya tolak, ada kemungkinan hubungan pertemanan saya jadi terganggu, minimal ada rasa rikuh tiap kali bertemu. Di pihak lain, kalau saya bergabung dengan MLM-nya, saya juga dituntut untuk aktif mengembangkan “bisnis saya” tersebut, yang mana untuk itu saya terus terang angkat tangan. Ini belum termasuk upaya folow-up pasca presentasi yang bagi saya sering berkesan menteror. Tidak jarang dalam folow-up si pemrospek melontarkan kata-kata tajam yang mengusik rasa harga diri (“Apa kamu kepingin terus-terusan begini sepanjang hidup kamu?”).

Ada lagi satu sisi negatif MLM yang sudah menjadi rahasia umum, yaitu kecenderungan bisnis ini untuk mengeksploitasi keserakahan dan materialisme. Orang diming-imingi untuk menjadi kaya mendadak dengan mengikuti skema bisnis mereka. Semua jenis pekerjaan dianggap tidak ada artinya, dan tidak akan mampu membawa kebahagiaan. Di setiap presentasi MLM, selalu dikutip ungkapan Robert Kiyosaki dalam Cashflow Quadran — buku yang boleh dibilang sudah menjadi semacam “kitab suci” bagi pebisnis MLM. Dikatakan bahwa mereka yang berada di kuadran pekerja (employee) akan selalu mengalami nasib yang mengenaskan dan bahwa satu-satunya “jalan keselamatan” adalah memiliki bisnis sendiri (menjadi business owner). Dan cara termurah untuk menjadi business owner, ya, apa lagi kalau bukan ikutan MLM. Saya pernah dipinjami kaset berisi testimoni (kesaksian) seorang dokter yang setelah merasakan khasiat dari produk suplemen yang dijajakan oleh MLM bersangkutan lantas memilih mundur dari profesinya dan kemudian bekerja penuh waktu (fulltime) di sebuah bisnis MLM. Terus terang, saya tidak bisa membayangkan orang dengan logika seperti apa yang rela melepaskan pekerjaan yang mulia lagi terhormat dan menggantinya dengan “pekerjaan” yang hanya berkisar pada mengincar prospek, presentasi, membangun jaringan dan menjual produk. Dan herannya, tidakan seperti ini justeru mendapat aplaus dari kalangan MLM. Bagi saya sendiri, cerita semacam ini terasa (maaf) memuakkan!

Saya pribadi sebenarnya tidak apriori pada bisnis MLM sepanjang memang berjalan pada “rel” pemasaran produk. Masalahnya, kebanyakan MLM kini telah berkembang menjadi bisnis yang tidak jelas yang cenderung hanya menjual mimpi untuk memperoleh kekayaan secara cepat. Buku ini juga mencantumkan berbagai macam sisi gelap lainnya dari bisnis MLM yang tidak sempat lagi saya ulas disini. Untuk lengkapnya silahkan beli (atau pinjam) dan baca sendiri buku bersangkutan. Saya bukannya berpromosi, tapi rasanya buku ini cukup bermanfaat sebagai bahan referensi, terutama kalau kita sudah mulai didekati oleh teman-teman yang sedang prospekting . Sebagai penutup, saya ingin mengutip kata-kata bijak dari surat Gustave Flanbert kepada George Sand (keduanya adalah penulis terkenal berkebangsaan Prancis): “Manusia itu tidak berarti apa-apa. Apa yang dia kerjakan itulah yang membuatnya berarti”.